Perjalanan Spiritual ke Sendang Jumprit

Perjalanan Spiritual ke Sendang Jumprit

Hai kawan, jumpa lagi, hehehe untuk mengisi keboringan yang melanda ini, aku mau share lagi pengalaman mistis ku. Kali ini pengalaman yang aku share merupakan pengalamanku yang masih hangat, walau melompat dari cerita sebelumnya waktu aku masih kecil, ya, ini ceritaku ketika usiaku menginjak 17 tahun, tepat tahun 2018 awal. Memang semenjak aku menyadari bahwa aku indigo, aku selalu tertarik dan selalu mengulik lebih dalam mengenai hal-hal yang berbau klenik, contohnya meditasi dan mengunjungi tempat-tempat yang memang menurut penglihatanku bagus dan cocok untuk mengolah energi dan ilmu batiniahku. 
Sendang Jumprit, terletak di bilangan parakan, kab. Temanggung, Jawa Tengah, dalam bahasa jawa, Sendang berarti mata air.Berada di lereng gunung Sindoro membuat udara di sini sangatlah sejuk, belum lagi pemandangan yang disuguhkan sungguh menawan, namun di balik semua itu, tersimpan tempat yang menyuguhkan ukiran sejarah sekaligus kemistisan yang kental. Perjalanan sengaja aku lakukan siang menjelang sore hari, berharap mendapat atmosfer yang tepat untuk mendapat kemistisan di sana. Tujuanku kali ini tidak lain adalah untuk berdoa dan bilas diri agar didoakan ke Tuhan Yang MahaEsa supaya semua usaha yang sedang aku jalankan lancar. 
Memasuki jalan tanjakan yang terjal, hampir tiba di lokasi, kabut pekat menghadang, beruntung aku dapat sampai dengan selamat. Tiba di lokasi aku mampir di warung tepat di depan lokasi dan berbincang dengan pemilik warung, dan akhirnya setelah bertanya ke intinya, pemilik warung menunjukkan rumah juru kunci yang dapat mengantar kita untuk berdoa di pusara Kanjeng Bapa Jumprit, ya Pusara tersebut yang diambil menjadi nama tempat tersebut. Setelah bertemu juru kunci, beliau menjelaskan untuk membeli uborampe untuk berdoa seperti dupa, akhirnya aku membeli dupa di warung tadi yang juga  khusus menyediakan peralatan berdoa. Memasuki lokasi bersama juru kunci, aku membayar tiket retribusi termasuk asuransi di loket, dan dengan harga berbeda sesuai tujuan kedatangan, berdoa atau hanya berwisata, cukup murah aku bilang, dan juga untuk mendukung upaya perawatan tempat sakral tsb. 
Masuk, kami langsung menuju ke pusara Kanjeng Bapa Jumprit, bau hio memenuhi area sekitarnya, menambah suasana sakral di sana. Masuk ke dalam pusara, sesuai adat jawa, tentunya orang bertamu harus sopan dan santun, aku mengucap salam dan mengucap tujuan ku datang atau sowan dalam bahasa jawa. Di dalam banyak terdapat para peziarah, mereka bahkan ada yang menginap di lokasi dengan harapan doa yang mereka haturkan dapat didengar oleh Bapa, dan dapat didoakan kepada Gusti Ingkang Makarya Jagad. Di depan pusara, juru kunci menyalakan hio, kemudian aku mengikuti duduk di belakang beliau, beliau mulai berdoa dan bertanya namaku, beserta apa doa yang ingin disampaikan, setelah selesai, juru kunci dan aku pamit kepada Bapa dan ingin melanjutkan ke sendang untuk menyucikan dan membersihkan diri. Di pusara Bapa Jumprit, terasa aura kewibawaan beliau, terasa juga kehadiran beliau, dan terasa juga keramah tamahan Bapa Jumprit, sekilas saya mendapat penglihatan bahwa di lokasi tertulis Asma Eyang, namun beliau minta dipanggil Bapa saja, maka dari itu saya memanggil beliau dengan sebutan Bapa, menurut penglihatanku di pusara beliau sungguh ada Kanjeng Bapa Jumprit sendiri dengan didampingi dayang dan prajuritnya. 
Berlanjut ke sendang yang berada sedikit ke atas dari pusara, sendang tsb menurut penuturan juru kunci dijaga oleh sosok Eyang Dipo, berwujud Hanoman. Kami langsung ke tempat petilasan Eyang Dipo, tepat di sendang tsb, dan sudah dibangun semacam jembatan kecil untuk mencapai petilasan tsb. Di petilasan juru kunci kembali membakar hio dan berdoa memohon izin untuk aku mandi atau menyucikan diri di sendang. Kulihat memang di petilasan tsb terhubung dengan dimensi Eyang Dipo, dan kulihat sosoknya yang penuh wibawa mengiyakan dan saya juga tak lupa sesuai adat jawa mohon diri dan permisi untuk menyucikan diri di sendang. Sosok beliau benar adanya seperti Hanoman, dan memang agak menyeramkan, namun aku yakin aura beliau positif. Akhirnya juru kunci mempersilakanku untuk menyucikan diri di sendang. Air sendang terasa sangat dingin, dengan tekad, aku bertahan, aku anggap itu adalah ujian yang menghadang, jika aku berhasil menahan dingin tsb, maka keinginan ku akan tercapai, akhirnya aku berhasil melawan kedinginan tsb. Selesai prosesi tadi, aku langsung ganti pakaian, mengapa tidak bilas? Karena air di sendang tsb benar benar bersih, jernih dan segar. Selesai semua ritual saya memohon diri kepada Eyang Dipo untuk pamit pulang kerumah dan berterima kasih, begitu juga saya memohon diri kepada Bapa Jumprit. 
Keluar lokasi saya kembali menemui juru kunci yang tadi sengaja meninggalku saat prosesi di sendang karena aku hanya memakai celana pendek saat di sendang tsb, (norma kesopanan). Saya memberi sedikit tanda terima kasih yang mungkin tidak seberapa, dan saya mohon pamit. Juru kunci sangatlah ramah, tidak mengharap imbalan lebih, dan warga sekitar juga sangat ramah sehingga atmosfer di sana terasa nyaman. 
Cerita kali ini tidak bermaksud menyinggung kepercayaan lain, memang saya meyakini kejawen dan memang semua ritual di atas adalah salah satu ciri adat kejawen, jadi mohon maaf apabila ada yang tidak berkenan, dan aku bukan bermaksud untuk musrik atau sebagainya, ini hanya perjalanan spiritual untuk mengolah batin, terima kasih kawan... Jangan lupa tunggu tulisanku berikutnya 
Image source https://wisatane.com/mengujungi-tempat-wisata-sendang-jumprit-temanggung/1966/

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Misteri Danau Beratan Bedugul Bali

Di Santet